Sumber: pexels.com
Entah mengapa dua manusia yang tinggal tak serumah bersamaan menuju tempat tidurnya malam ini. Meletakkan kepala di bantal, lengan dan kakinya menindis guling, lalu dua pasang mata itu mulai menatap langit-langit meski pikirannya tidak tentang langit-langit.
"Kau tak tahu ini hari apa?" perempuan tersenyum pada lelaki yang menungguinya sejak tadi di pelataran. Yah, pelataran. Pelataran masa depan.
Lelaki itu tersenyum. Belum sempat ia bicara, perempuan itu berdiri, mukanya masam, lalu tanpa basa-basi membelakangi dan meninggalkan kursi dengan langkah cepat-cepat. Belum sempat ia memesan apa-apa. Padahal pelayan baru saja mendatanginya berniat menawarkan sepasang cincin yang barangkali bisa menjadi penguat agar ia tidak melulu duduk di pelataran saja.
Lelaki memanggilnya. Perempuan hanya menoleh dengan tatapannya yang, ah, macam samurai yang menebas dada lelaki. Tidak genap satu detik lalu dialihkan lagi pandangannya sambil berjalan semakin cepat tanpa ingin tahu bahwa lelaki sedang sibuk menutup dadanya yang luka. Lelaki pun tak ingin tahu, perempuan pergi menggenggam pula luka yang bahkan berhasil merobek kantung air matanya.
Malam semakin gelap. Ah, malam memang selalu gelap, bukan? Hanya saja bulan kadang berbaik hati menyinari, atau sorot lampu-lampu membuat gelapnya berhasil sembunyi. Barangkali begitupula dengan mereka. Mereka saling mencintai, saling mengharap satu sama lain, hanya saja keadaan kadang berhasil menyembunyikannya. Membiarkan cinta adalah tentang bagaimana dirayakan atau tidak dirayakan. Mendebatkan hal-hal yang sebenarnya bila mereka pikirkan sebagai orang dewasa, mungkin hanya akan membuatnya tertawa karena kelakuan yang kekanakan. Tapi, dalam diri mereka bukankah memang bersembunyi kanak-kanak? Bila kau sepakat bahwa tidak ada hal di dunia ini yang bisa benar-benar dilupakan, barangkali kau sepakat pula bahwa anak-anak dalam dirimu memang masih ada hingga saat ini.
Mereka bersamaan mematikan lampu, seperti yang kukatakan padamu tadi, meski tak sedang janjian. Setelah sekian lama, entah mengapa sekarang mereka ingin tidur dalam kegelapan. Merayakan kemarahan? Percayalah, semakin engkau marah, semakin cinta itu kuat, semakin sesal membesar, apalagi bila kau tega membuang pemakluman.
Komentar
Posting Komentar