Kartu Huruf Bergambar; Solusi Kesulitan Membaca


Source: pexels.com

Pendidikan pada hakikatnya membawa kita untuk menguasai tiga jenis keterampilan dasar. Ketiga keterampilan dasar yang dimaksud tersebut ialah keterampilan membaca, menulis dan berhitung yang kerap disingkat calistung. Dari ketiga keterampilan dasar inilah, pelajaran-pelajaran lanjutan bisa diserap dan dipahami oleh peserta didik.


Tanpa mengesampingkan keterampilan dasar yang lain, keterampilan membaca memegang peranan yang cukup besar. Keterampilan yang satu ini mampu membawa siswa untuk jauh lebih memahami pelajaran-pelajaran yang diberikan. Sebab, selain mendapatkan pengetahuan dari guru dan teman-temannya, siswa yang terampil membaca pun bisa menambah pengetahuan dari mencari referensi tertulis.


Namun adakalanya di dalam sebuah kelas, kita mendapati anak-anak yang kesulitan saat diberikan tugas membaca. Jika di daerah perkotaan, masalah ini hanya muncul pada siswa di kelas-kelas awal, lain halnya di daerah 3T. Kesulitan membaca di daerah terdepan, tertinggal dan terluar telah menjadi masalah yang serius sebab kasusnya ditemukan pada hampir semua jenjang kelas di tiap satuan sekolah dasar.


Salah satu penyebab paling sering muncul dalam kasus semacam ini ialah siswa yang belum bisa mengenali huruf dengan baik. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita dituntut untuk menemukan ide-ide kreatif untuk memancing daya ingat anak. Salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan membuat media pembelajaran inovatif.
Media pembelajaran dimaksudkan untuk memberikan stimulus dalam memahami pelajaran dengan lebih baik. Oleh karena itu, barangkali media pembelajaran bisa diusahakan agar dibuat seinteraktif mungkin dengan siswa.  Hal tersebut dimaksudkan agar peluang  untuk membantu siswa dalam mencapai standar kompetensi yang ada, bisa tercapai semaksimal mungkin.


Kasus di mana siswa mengalami kesulitan dalam mengenali huruf  pun bisa diupayakan dengan bantuan media pembelajaran yang efektif. Salah satu media yang coba penulis tawarkan ialah kartu huruf bergambar. Kartu huruf bergambar tersebut bisa dibuat dari kertas persegi dengan ukuran lima sentimeter. Setiap kartu berisi satu huruf dengan ukuran yang lebih besar dan gambar benda atau hewan yang mewakili huruf tersebut dengan ukuran lebih kecil. Semisal huruf ‘A’ dengan gambar ayam, ‘B’ dengan gambar bebek, huruf ‘C’ dengan gambar cerek, dan seterusnya.


Stimulus Ingatan
Source: pexels.com
Seperti yang telah kita bahas pada paragraf sebelumnya, bahwa masalah dasar bagi siswa yang belum bisa membaca ialah kesulitan dalam mengenali huruf. Masalah tersebut disebabkan karena mereka tidak cukup mampu mengingat bentuk dari huruf-huruf yang ada.


Kartu huruf  bergambar memiliki peluang besar menjadi stimulus yang baik untuk membantu siswa dalam hal mengingat huruf. Hal ini bisa terjadi karena huruf yang ada dalam kertas persegi memuat pula petunjuk berupa gambar yang huruf depannya mewakili nama huruf tersebut; A untuk ayam, B untuk Bebek, C untuk cerek, dan seterusnya. Sehingga saat siswa lupa dengan nama hurufnya, paling tidak bisa melihat gambar dan akhirnya bisa dengan sendirinya menyebutkan huruf yang dimaksud dengan tepat.


Mudah dan Interaktif
Source: ig: @tbm_paladang
Dalam hal pembuatan, media kartu huruf bergambar cukup mudah dan juga murah. Sebab bahan yang dibutuhkan hanyalah kertas dan printer. Untuk membuatnya agar lebih awet, bisa pula ditempelkan pada kardus bekas lalu digunting sesuai ukuran. Untuk gambar yang akan digunakan, barangkali di perkotaan yang notabene memiliki jaringan internet sangat bagus, bukanlah perihal yang sulit. Cukup membuka google lalu mengunduh gambar yang diinginkan. Adapun di daerah 3T, bisa disiasati dengan memotret gambar asli.
Dalam pembuatannya pun bisa melibatkan siswa. Cukup dicetak sesuai dengan jumlah siswa lalu masing-masing diberikan untuk digunting di rumah dengan imbalan bahwa kartu huruf bergambar tersebut menjadi milik siswa bersangkutan.


Adapun dalam hal penggunaan, bisa digabungkan dengan model pembelajaran kooperatif. Yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok lalu dibuatkan kompetisi menyusun kata dari kartu huruf yang dimiliki tiap anggota kelompok. Jadi, selain mudah dalam hal pembuatannya, siswa juga dapat berinteraksi langsung dengan media tersebut.


Barangkali jika hal tersebut bisa berjalan dengan baik, bukan tidak mungkin bahwa masalah-masalah terkait kesulitan membaca di kalangan anak didik bisa kita atasi atau paling tidak diminimalisir. Dengan demikian, sekolah yang menjadi pusat pendidikan bisa menjalankan perannya sesuai jenjang standar kompetensi yang telah ditetapkan. Sebab jika keterampilan membaca siswa kita belum juga tuntas, pelajaran yang diberikan selanjutnya pun tidak akan memberikan dampak sesuai dengan yang diharapkan.

Komentar